Peran Gen Z Dalam Memutus Rantai Anemia

Peran Gen Z Dalam Memutus Rantai Anemia

Bagikan

Anemia pada remaja putri dan wanita usia subur (WUS) merupakan salah satu faktor risiko stunting. Ternyata populasi remaja putri dan WUS saat ini terbanyak berasal dari generasi Z, yang mana memiliki pola konsumsi yang cenderung mengikuti trend kekinian. Lantas, bagaimana Gen Z dapat berperan memutus rantai dan dampak anemia di masa mendatang? Mari Simak informasi berikut.

Kenali Anemia

FOTO ARTIKEL WEBSITE-79

Anemia merupakan kondisi ketika kadar hemoglobin dalam darah berada dibawah nilai normal (<12mg/dl). Gejala anemia dapat berupa sesak nafas saat beristirahat ataupun beraktivitas, sakit kepala, pusing, mata berkunang-kunang, mudah mengantuk, sulit konsentrasi, 5 L (lemah, letih, lesu, lelah, lalai), serta pucat pada muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku, dan telapak tangan. [1] Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, proporsi anemia pada kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 15,5%, usia 25-34 tahun sebanyak 13,2%, dan usia 35-44 tahun sebanyak 14,6%. Kejadian anemia pada perempuan lebih besar dibanding laki-laki, yaitu 18% (perempuan) dan 14,4% (laki-laki).[2] Hasil ini menunjukkan bahwa perempuan pada usia produktif sangat rentan terhadap anemia, yang mana dapat berdampak pada risiko anemia selama masa kehamilan. Seperti yang kita ketahui, anemia selama kehamilan dapat berdampak pada risiko stunting, komplikasi kehamilan, hingga kematian pada ibu dan bayi. Oleh karena itu, penting bagi remaja putri dan wanita usia subur (WUS) untuk mencegah anemia sedini mungkin.

Sel darah merah terbentuk dari susunan hemoglobin, yang mana berperan mengikat dan menyalurkan oksigen serta zat gizi lainnya ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin terbentuk dari protein (asam amino globin) dan zat besi. Dalam proses pembentukan hemoglobin juga terlibat vitamin B6, B9, B12, dan vitamin E yang berperan sebagai koenzim.[1] Oleh karena itu, diperlukan konsumsi makanan sumber protein, zat besi, serta zat gizi mikro lainnya yang mendukung penyerapan zat besi dan pembentukan hemoglobin.

Dalam bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari, zat besi tersedia dalam bentuk heme dan non-heme. Zat besi heme memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dibanding bentuk non-heme. Zat besi heme banyak ditemukan pada sumber protein hewani (seperti hati ayam, daging sapi, telur, ikan, dll). Sedangkan zat besi non-heme banyak ditemukan pada sumber protein nabati dan sayur-sayuran (seperti tempe, kacang-kacangan, sayur bayam, brokoli, daun kelor, dan sayuran daun hijau lainnya). Zat besi non-heme memerlukan bantuan vitamin C dalam proses penyerapannya. Zat besi-non heme atau bentuk ferric (Fe3+) memerlukan kondisi asam untuk diubah menjadi ferrous (Fe2+) yang lebih mudah diabsorbsi tubuh. Vitamin C membantu menciptakan lingkungan yang lebih asam di lambung sehingga zat besi dalam bentuk Fe3+ berubah menjadi Fe2+ dan lebih mudah diserap di usus halus. Oleh karena itu, defisiensi vitamin C dapat menghambat penyerapan zat besi sehingga berisiko terjadinya anemia.[3]

Bagaimana Pola Konsumsi Gen Z Dapat Menjadi Faktor Penyebab Anemia?

Seiring perkembangan zaman, trend dalam bidang kuliner juga berkembang mengikuti selera dan gaya hidup masyarakat, salah satunya dapat dilihat dari maraknya kehadiran coffee shop / café / pedangan kaki lima yang menjual olahan minuman kopi, teh, coklat atau minuman lainnya yang semakin bervariasi. Jakpat Survey Report 2023 menunjukkan 66% Gen Z mengonsumsi kopi setiap hari dengan jenis minuman kopi yang paling banyak dikonsumsi adalah kopi instan, dan es kopi susu.[4] Selain itu, survey pola konsumsi remaja usia 15-19 tahun menunjukkan bahwa konsumsi makanan instan dapat mencapai 71,6% sedangkan konsumsi sayur/buah hanya sekitar 14,6%.[2] Hal ini menunjukkan gen Z cenderung mengonsumsi makanan dan minuman yang miskin zat gizi, tetapi kaya akan zat anti gizi. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa rendahnya konsumsi makanan sumber protein dan zat besi, serta kebiasaan konsumsi kopi dan teh >2 cangkir per hari menjadi faktor utama penyebab anemia defisiensi besi pada remaja dan WUS. [5,6]

Mengapa demikian?

FOTO ARTIKEL WEBSITE-80

Kopi, teh, dan coklat memiliki kandungan kafein dan tanin yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi >2 cangkir sumber kafein meningkatkan risiko anemia 1,6 kali lebih besar dibanding konsumsi sumber kafein kurang dari 2 cangkir per hari.[5] Konsumsi kafein juga menyebabkan insomnia, yang dapat mengganggu metabolisme sel, serta menghambat pertumbuhan dan differensiasi sel progenitor eritroid sehingga proses pembentukan sel darah merah terganggu.[7] Pembentukan hemoglobin semakin terhambat dengan rendahnya konsumsi protein dan zat besi. Protein tidak hanya sebagai komponen pembentuk hemoglobin, tetapi juga berperan sebagai transporter zat besi ke sumsum tulang, sebagai tempat pembentukan sel darah merah. Kekurangan protein dan zat besi menyebabkan jumlah zat besi yang dibawa ke sumsum tulang juga sedikit sehingga dapat menurunkan jumlah, ukuran dan warna sel darah merah yang diproduksi. Kondisi tersebut dikarakterisasi sebagai anemia defisiensi besi.[6] Oleh karena itu, penting untuk mengurangi / menghindari konsumsi sumber kafein dan tanin, serta meningkatkan konsumsi protein, zat besi, serta vitamin C untuk meningkatkan penyerapan zat besi.

Tips Bebas Anemia ala Gen Z

Sebagai generasi yang berperan penting menentukan status kesehatan Indonesia di masa mendatang, kita harus cerdas dalam mengatur pola makan agar terbebas dari anemia. Berikut tips bebas anemia yang bisa kita terapkan bersama:

  1. Hindari konsumsi kopi, teh, dan coklat segera setelah makan / sore hingga malam hari sebelum waktu tidur.
  2. Jika ingin mengonsumsi minuman kopi, teh, dan coklat, bisa dilakukan 1-2 jam setelah makan dan jumlah yang dikonsumsi maksimal 1 cangkir per hari.
  3. Pilih minuman sumber vitamin C (es jeruk, jus jambu biji, jus strawberry, dll) setelah makan, terutama setelah konsumsi olahan protein hewani (steak, bakso. olahan masakan ikan, dll).
  4. Usahakan konsumsi protein setiap kali makan atau 2-3 porsi per hari, terutama protein hewani (ikan, daging, ayam, telur).
  5. Tetap konsumsi sayur daun hijau dan buah tinggi vitamin C (jambu biji, jeruk, strawberry, dll) setiap kali makan atau 3-4 porsi per hari.
  6. Konsumsi tablet tambah darah 1 tablet per minggu atau 1 tablet per hari saat menstruasi.
  7. Kombinasikan makanan instan dengan real food sumber protein / zat besi, sebagai contoh: menambahkan telur rebus / daging cincang dan sawi hijau saat mengonsumsi mie instan.
  8. Usahakan tidur malam hari dengan durasi yang cukup (min. 8 jam).
Editor :  Aldera, S.Tr.Gz., M.K.M

Referensi

  1. Kemenkes. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur (WUS) 2018.
  2. Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Dalam Angka. In: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, editor. Jakarta2023.
  3. Dilantika C, Sitorus N, Nursaebah. The Important Role of Iron, Protein, and Vitamin C with The Incident of Anemia. Journal of Indonesian Specialized Nutrition. 2024;1(3)
  4. Fundrika BA. Survei: 66% Gen Z Mengaku Minum Kopi Setiap Hari, Sudah Jadi Gaya Hidup? : Suara.com; 2024 [cited 2025 Apr 14]. Available from: https://www.suara.com/lifestyle/2024/04/17/115000/survei-66-gen-z- mengaku-minum-kopi-setiap-hari-sudah-jadi-gaya-hidup
  5. Purbowati, Nurohmi S, Aisyah RW. Relationship between variables and anemia status among female workers. BIO Web of Conferences. 2025.https://doi.org/10.1051/bioconf/202515302017
  6. Hidayanti L, Saraswati D, Aisyah IS. Associations between quantity and quality of dietary intake with haemoglobin concentration among female adolescents in Tasikmalaya, West Java, Indonesia. Malaysia Journal of Nutrition. 2024;30(1):91.https://doi.org/10.31246/mjn-2023-0073
  7. Nurrahma A, Mustafa A, Wulandari LP, Setyarini DI. The Effect of Caffeine Consumption Habits and Sleep Quality on Hemoglobin Levels in Adolescent Girls. Health Access Journal. 2025;2(1).https://ojs.poltekkes- malang.ac.id/index.php/HAJ/index Barbagallo, M. Healthy aging and dietary patterns. Nutrients. 2022;14(4), 889.
No Comments

Post A Comment