29 Jun Dampak Minuman Berpemanis Terhadap Kesehatan Remaja
Minuman berpemanis menjadi minuman yang digemari oleh kalangan remaja. Sebagian remaja lebih tertarik untuk mengonsumsi minuman tersebut karena terdapat berbagai rasa dan warna yang ditawarkan, serta mudah mendapatkannya di berbagai toko. Namun, di balik rasa manisnya, terdapat dampak negatif yang akan dialami remaja apabila minuman berpemanis dikonsumsi dalam jangka panjang, yaitu terjadinya penyakit gagal ginjal kronis (GGK). (1)
Pengertian dan Fakta Mengenai Minuman Berpemanis

Minuman berpemanis adalah kategori minuman tinggi kalori dan gula, namun rendah zat gizi. Gula tambahan yang digunakan pada minuman ini, meliputi sukrosa, gula putih, gula merah, madu, dan high corn fructose syrup. (2) Jenis-jenis minuman berpemanis, yaitu soft drink, minuman teh dan kopi dengan tambahan gula, flavored milk, minuman rasa buah dengan tambahan gula, minuman olahraga, dan minuman energi. (3,4) Jika minuman berpemanis dikonsumsi terus-menerus, risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM), seperti obesitas, diabetes, gagal ginjal, dan penyakit kardiovaskular meningkat. (5,6)
Tingkat konsumsi minuman berpemanis secara global masih tinggi. Pada tahun 2018, Data Euromonitor International menyebutkan bahwa konsumsi minuman manis di Cina adalah 410 liter per tahun. Indonesia terdapat pada urutan ketiga dalam konsumsi minuman berpemanis, yaitu 20,23 liter per orang di Asia Tenggara. (7) Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, sebesar 45,8% remaja yang berusia 15- 19 tahun mengonsumsi minuman berpemanis ≥1 kali per hari. (8) Suatu penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis minimal 1x seminggu oleh 62% anak- anak, 72% remaja, dan 61% orang dewasa dengan teh kemasan siap minum menjadi salah satu jenis minuman yang sering dikonsumsi. (9) Teman sebaya dan media massa menjadi faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi minuman berpemanis. (10)
Pengertian, Penyebab, Gejala, dan Fakta Gagal Ginjal Kronis (GGK)
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal jangka panjang karena metabolisme, serta keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan oleh tubuh. (11) Di sebagian besar negara berkembang, diabetes dan hipertensi adalah faktor utama penyebab GGK. Selain itu, GGK juga disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pencemaran lingkungan, pestisida, penyalahgunaan analgesik, pengobatan herbal, dan penggunaan bahan aditif makanan dengan takaran yang tidak tepat, seperti penambahan pemanis ke dalam minuman. (12,13) Gejala-gejala GGK meliputi gross hematuria, urine berbusa (tanda albuminuria), nokturia, nyeri pinggang, atau penurunan produksi urin. (14) Selain itu, penderita GGK juga mengalami badan dan tulang lemah; demam; nyeri kepala dan seluruh badan; nafsu makan menurun; kaki kram; gatal; kaki gelisah; sendi bermasalah; gangguan pada kulit, sendi, tidur, serta psikologis; dan depresi. Hal ini menurunkan status fungsional dan kualitas hidup. (15)
GGK merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendunia dengan kenaikan angka kejadian dan jumlah kasus gagal ginjal, prognosis yang buruk, dan biaya pengobatan yang besar. GGK membutuhkan perhatian lebih karena seringkali gejala pada stadium awal tidak terdeteksi dan membutuhkan pengeluaran untuk penanganan yang sangat besar pada stadium akhir, khususnya untuk cuci darah (hemodialisis) atau transplantasi ginjal. (16) Menurut hasil SKI tahun 2023, jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang didiagnosis oleh dokter mengalami GGK, yaitu 133.587 orang dan yang mengikuti hemodialisis sebesar 16,2%. (8) Penderita GGK akan bergantung pada mesin hemodialisis seumur hidupnya karena jika tidak, kondisi tubuh terancam bahkan dapat menyebabkan kematian. (17)
Hubungan Minuman Berpemanis dengan GGK
Kelebihan konsumsi gula dalam minuman berpemanis dapat meningkatkan berat badan. Peningkatan berat badan berdampak terhadap kejadian obesitas, yaitu penumpukan energi yang berlebih di dalam tubuh yang akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Jika penumpukan lemak terjadi dalam jumlah besar, resistensi insulin akan timbul yang akan memengaruhi kadar glukosa (gula) di dalam darah. Jika konsumsi gula berlebih dilakukan dalam waktu yang lama, kadar glukosa semakin tinggi sehingga remaja akan mengalami penyakit Diabetes Mellitus tipe II. (18,19) DM tipe II dapat merusak ginjal secara perlahan, yang dikenal sebagai gagal ginjal kronis (GGK). Hal ini terjadi karena kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) bisa merusak bagian penyaring ginjal yang disebut glomerulus. Kerusakan ini membuat dinding penyaring ginjal menebal dan sel-sel di sekitarnya tumbuh berlebihan sehingga penyaringan darah jadi tidak normal dan protein penting dari darah (seperti albumin) bisa bocor ke dalam urine, ini disebut albuminuria.
Jika kadar albumin dalam urine terus meningkat, kondisi ginjal bisa makin parah hingga terjadi gagal ginjal. Gula darah yang tinggi pada penderita diabetes bisa bereaksi dengan protein di tubuh, merusak struktur dan fungsi sel, termasuk bagian penyaring ginjal. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring protein dengan baik, dan protein pun ikut terbuang lewat urine (disebut juga mikroalbuminuria). (20)
Apa yang Harus Dilakukan Agar Terhindar dari GGK?

- WHO menyarankan agar remaja membatasi asupan gula tambahan di bawah 5% dari total konsumsi energi harian. American Heart Association (AHA) juga merekomendasikan agar remaja membatasi konsumsi minuman berpemanis hingga satu atau kurang dari satu minuman berukuran 8 ons (sekitar 237 ml) per minggu, serta kurang dari 25 gram (100 kalori atau sekitar 6 sendok teh) gula tambahan per hari. (21)
- Mengganti satu porsi minuman berpemanis harian dengan air putih, kopi, atau teh (namun bukan dengan tambahan gula) berkaitan dengan penurunan risiko diabetes sebesar 2–10% sehingga risiko untuk mengalami GGK juga akan menurun. (22)
- Membaca label informasi nilai gizi sebelum memilih dan mengonsumsi produk minuman berpemanis agar dapat memilih dan mengonsumsi minuman berdasarkan kebutuhan, terutama untuk kandungan gizi yang harus dikontrol, seperti gula. (23)
Referensi
- Whitney EN, Rolfes SR. Understanding Nutrition. 14 ed. Cengage Learning; 2015.
- Services IC. Fruit juices, sugar sweetened beverages and artificially sweetened beverages: consumption patterns and impact on overweight and obesity. 2018.
- Haughton CF, Waring ME, Wang ML, Rosal MC, Pbert L, Lemon SC. Beverages when available at home. J Pediatr. 2018;202:121–8.
- Malik VS, Hu FB. Sugar-sweetened beverages and cardiometabolic health: An update of the evidence. Nutrients. 2019;11(8).
- Ahmad N, Zuki MAM, Azahar NA, Khor BH, Minhat HS. Prevalence and Factors Associated with Sugar-Sweetened Beverage Intake among Undergraduate Students in a Public University in Malaysia. Pakistan J Nutr. 2019;18(4):354–63.
- Ferretti F, Mariani M. Keterjangkauan Harga Minuman Manis dan Prevalensi Kelebihan Berat Badan dan Obesitas di Berbagai Negara. Global Health [Internet]. 2019;15(1):1–14. Tersedia pada: https://www.researchgate.net/publication/332513001_Sugar- sweetened_beverage_affordability_and_the_prevalence_of_overweight_and_obesity_in_a_cr oss_section_of_countries
- Kemenkes. Survei Kesehatan Indonesia 2023 (SKI). Kemenkes. 2023;235.
- Laksmi PW, Morin C, Gandy J, Moreno LA, Kavouras SA, Martinez H, et al. Fluid intake of children, adolescents and adults in Indonesia: results of the 2016 Liq.In7 national cross-sectional survey. Eur J Nutr [Internet]. 2018;57(3):89–100. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1007/s00394-018- 1740-z
- Yulianti RD, Mardiyah S. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI MINUMAN KEMASAN BERPEMANIS PADA REMAJA (Factors Associated with Consumption of Sweetened Packaged Drinks among Adolescents). J Sains Kesehat. 2023;30(3).
- Budianto Y. Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. H. Ibnu Sutowo Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu. J Cendikia Med. 2017;2(2):88–93.
- Ayodele OE, Alebiosu CO. Burden of chronic kidney disease: an international perspective. Adv Chronic Kidney Dis. 2010;17(3):215–24.
- Agyei-Mensah S, De-Graft Aikins A. Epidemiological transition and the double burden of disease in Accra, Ghana. J Urban Heal. 2010;87(5):879–97.
- Chertow GM, Marsden PA, Taal MW, Yu ASL. Brenner and Rector’s The Kidney. 10 ed. Elsevier; 2015.
- Dias Saraswati S, Suryo Prabandari Y, Sulistyarini RI. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Untuk Meningkatkan Optimisme Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. J Interv Psikol. 2019;11(1):55–66.
- Wijiastutik Y, Ramadhan W. Korelasi Kebiasaan Konsumsi Pangan dengan Prevalensi Penyakit Ginjal Kronis di Indonesia (Corellation of Food Consumption Habits with The Prevalence of Chronic Kidney Disease in Indonesia). J Nutr Food Res. 2023;46(2):101–10.
- Yuliyanti R, Rocmawati DH, Purnomo. Pengaruh Cognitive Therapypada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Smc Rs Telogorejo. J Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan. 2015;2(3):123–33.
- Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang. 2014. hal. 96.
- Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A, et al. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II di Indonesia 2015. PB. PERKENI; 2015. 1– 93 hal.
- Tandipayuk G. Hubungan Antara Diabetes Mellitus dengan Gagal Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Januari-30 Juni 2012. Universitas Hasanuddin; 2013.
- European Commission. Dietary recommendations for sugars intake [Internet]. 2021 [dikutip 22 Mei 2025]. Tersedia pada: https://knowledge4policy.ec.europa.eu/health-promotion- knowledge-gateway/sugars-sweeteners-6_en
- Drouin-Chartier JP, Zheng Y, Li Y, Malik V, Pan A, Bhupathiraju SN, et al. Changes in Consumption of Sugary Beverages and Artificially Sweetened Beverages and Subsequent Risk of Type 2 Diabetes: Results from Three Large Prospective U.S. Cohorts of Women and Men. Diabetes Care. 2019;42(12):2181–9.
- Pratama CIAS, Mardiyati NL. Hubungan antara Kebiasaan Membaca Label Kandungan Gizi Minuman Kemasan Berpemanis dengan Status Gizi pada Pelajar SMP Al Islam 1 Surakarta. Ghidza J Gizi dan Kesehat. 2024;8(1):127–34.
No Comments