Gizi Sehat, Jajanan Lokal: Menuju Kantin Sekolah Ideal

Gizi Sehat, Jajanan Lokal: Menuju Kantin Sekolah Ideal

Bagikan

Status gizi adalah keadaan yang terjadi karena keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda bergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya. Status gizi yang baik akan memengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya dapat meningkatkan kemampuan intelektual yang akan berdampak pada prestasi belajar di sekolah (1).

Gizi Buruk dapat Memengaruhi Prestasi Belajar Siswa?

FOTO ARTIKEL WEBSITE-22

Masalah gizi dapat terjadi selama usia ini, seperti anemia defisiensi besi, kekurangan gizi, dan karies gigi. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi pendek pada anak usia 5-12 tahun mencapai 30,7%. Secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak usia 5-12 tahun adalah 11,2%. Tidak hanya gizi kurang, masalah gizi lebih juga dapat terjadi pada anak usia sekolah. Masalah gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8%, terdiri dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk (obesitas) 8.8% (2). Anak yang mengalami kekurangan gizi cenderung mengalami kantuk dan kurangnya semangat, hal ini dapat menghambat proses belajar di sekolah dan berpotensi menurunkan prestasi belajar mereka. Selain itu, pertumbuhan otak yang tidak optimal juga dapat menyebabkan penurunan daya pikir pada anak tersebut. Pentingnya asupan gizi yang memadai termanifestasi dalam mencapai pertumbuhan tubuh yang terbaik (3).

Dampak Jangka Panjang Gizi Buruk Pada Kesehatan

Anak pada usia sekolah masih dalam tahap bertumbuh dan berkembang sehingga cukup berisiko terkait masalah gizi. Adapun risiko jangka pendek yang dapat ditimbulkan, yaitu kondisi apatis pada anak, gangguan dalam berkomunikasi dan gangguan perkembangan lainnya. Sementara itu, risiko jangka panjang yang dapat terjadi, yaitu menurunnya IQ seorang anak, terjadi penurunan kognitif, gangguan integrasi sensori, gangguan atensi, kurangnya rasa percaya diri, dan turunnya prestasi belajar anak (4).

Pangan Lokal sebagai Solusi Gizi

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dengan berbagai jenis makanan yang dikonsumsi dan bentuk olahannya. Penyediaan makanan untuk anak tergantung pada penyusunan menunya, seorang anak memiliki nafsu makannya yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitarnya. Dalam pembentukan pola makan sehat terdapat tiga faktor pendukung utama, yaitu orang tua, anak, dan lingkungan termasuk lingkungan sekolah (4). Makanan fungsional dikelompokkan menjadi dua, yaitu ada makanan fungsional sayuran yang merupakan makanan fungsional yang berasal dari bahan tanaman (misalnya anggur, kedelai, beras merah, tomat, bawang putih) dan makanan fungsional hewani adalah makanan fungsional yang berasal dari bahan hewan (misalnya daging, ikan, dan susu) (8).

Keragaman Pangan Lokal untuk Jajanan Sehat Anak Sekolah

Indonesia memiliki banyak bahan pangan lokal yang beragam, mulai dari jenis kacang-kacangan hingga umbi-umbian (9). Berbagai jenis umbi sangat mudah dijumpai karena cocok dengan iklim tropis di Indonesia. Beberapa contoh pangan lokal yang dapat diolah menjadi jajanan menarik dan sehat untuk anak sekolah antara lain:

1. Ubi Jalar Ungu
FOTO ARTIKEL WEBSITE-23

Indonesia memiliki banyak bahan pangan lokal yang beragam, mulai dari jenis kacang-kacangan hingga umbi-umbian (9). Ubi jalar ungu merupakan salah satu komoditas pangan lokal yang mudah dibudidayakan dan memiliki potensi untuk diolah menjadi beragam produk (11). Beberapa makanan ubi jalar ungu yang menarik untuk anak sekolah antara lain:

  1. Milkshake Ubi Jalar Ungu. Milkshake merupakan minuman yang disukai anak sekolah. Ubi jalar ungu dapat dijadikan bahan untuk membuat milkshake yang mudah dibuat, memiliki tampilan menarik, dan bergizi (13).
  2. Bobingu Lumer adalah makanan camilan yang berbahan dasar ubi jalar ungu. Olahan ini dapat meningkatkan nilai tambah ubi jalar ungu dan menjadi alternatif jajanan sehat untuk anak sekolah (11).
2. Rebon dan Mocaf

Rebon adalah salah satu bahan pangan lokal yang memiliki kandungan protein cukup  tinggi. Rebon dapat dikombinasikan dengan tepung mocaf (tepung singkong  termodifikasi) untuk membuat mie rebon yang kaya zat gizi (5). Mie rebon dapat  menjadi variasi jajanan sehat yang disukai anak sekolah.

3. Ubi, Talas, Singkong, dan Jagung

Selain ubi jalar ungu, bahan pangan lokal lain seperti ubi, talas, singkong, dan jagung juga dapat diolah menjadi aneka jajanan menarik (9). Kreativitas dalam mengolah bahan-bahan ini menjadi produk yang unik dan lezat dapat meningkatkan minat anak sekolah untuk mengonsumsi jajanan sehat berbahan dasar pangan lokal.

Tantangan dalam Mewujudkan Kantin Sekolah Ideal

Bagi sekolah yang memiliki kantin, umumnya masih belum memiliki layanan yang optimal. Baik dari segi sarana prasarana kantin, makanan dan minuman yang dijual, maupun dalam hal pengelolaan kantin yang baik. Dari kunjungan ke berbagai sekolah, juga diketahui persoalan terkait pengelola dan penjaja makanan yang kurang memperhatikan aspek kantin sehat. Selain itu, sekolah tidak memiliki manajemen khusus yang mengurusi kantin dan lemahnya kemitraan sekolah dengan instansi terkait, seperti Dinas Kesehatan, Puskesmas terdekat, Badan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan, serta instansi terkait lainnya pada bidang ini. Kendala-kendala ini merupakan tantangan bagi tiap sekolah dalam menghadirkan suasana belajar yang kondusif. Terlebih, keberadaan kantin sehat berkaitan langsung dengan tiga pilar Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), yakni: pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan pembinaan hidup sehat. Kantin sehat merupakan salah satu komponen di dalamnya (15). Salah satu tantangan lainnya adalah mengonsumsi jajanan yang tidak sehat di luar sekolah. Sebagaimana diketahui bahwa anak sekolah dasar menghabiskan waktu lebih banyak di sekolah daripada di rumahnya, hal tersebutlah yang menyebabkan tingkat konsumsi jajanan anak cenderung lebih tinggi di sekolah (7). Tantangan lainnya, yaitu banyak pengelola sekolah kantin yang tidak memiliki akses atau kesempatan untuk mengikuti pelatihan tentang pengolahan pangan lokal. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan yang melibatkan pemaparan dan praktik dapat meningkatkan keterampilan dalam mengolah bahan pangan lokal, namun hal ini masih jarang dilakukan secara luas (14), selain itu banyak masyarakat termasuk pengelola kantin, kurang kreatif dalam memanfaatkan bahan pangan lokal. Hal ini menyebabkan mereka lebih memilih makanan instan yang lebih mudah dan cepat disiapkan. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kreativitas dalam mengolah makanan dapat menghambat pemanfaatan bahan pangan lokal (6)

Strategi Menuju Kantin Sekolah Ideal

Tim Pelaksana UKS di sekolah merupakan organisasi kolaboratif antara sekolah dengan instansi terkait, seperti Puskesmas dan komite sekolah. Kantin sehat sekolah sebagai bagian dari program UKS dapat berjalan optimal. Lebih jauh lagi, TP UKS bersama manajemen sekolah dapat mulai merumuskan langkah-langkah awal dalam pembentukan dan pengembangan kantin di sekolah. Baik pemenuhan sarana prasarana, penyediaan makanan sehat dan sistem pengelolaan kantin (15). Kebijakan penyelenggaraan kantin sehat sekolah diatur dalam Permendikbud No. 57 Tahun 2009 Mengenai Pemberian Bantuan Pengembangan Sekolah Sehat, Kepmenkes No. 1429 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang SNP Pasal 42 Ayat 2 bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana antara lain ruang kantin, dan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 942 Tahun 2003 (15). Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana antara lain ruang kantin atau kantin sekolah. Pangan jajanan, dari manapun siswa membelinya, tentunya harus aman dikonsumsi. Kantin dan lingkungan sekolah, termasuk pekerja dan peralatan, harus terjaga kebersihannya. Tangan pekerja, peralatan, dan semua permukaan kontak pangan yang kotor dapat menjadi sumber cemaran yang sifatnya langsung dapat mencemari pangan. Pemasakan yang sempurna dan penyajian pangan yang baik juga merupakan praktek yang harus diterapkan di kantin secara konsisten (12).

Kantin sekolah harus dapat menyediakan pangan jajanan yang aman, bermutu, dan bergizi. Agar kantin sekolah dapat menyajikan pangan yang aman, maka semua syarat-syarat keamanan pangan harus dipenuhi. Pemerintah dalam hal ini BPOM mengeluarkan modul Keamanan Pangan di Kantin Sekolah tahun 2012, yaitu pada bab 4 (empat) tentang Praktek Keamanan Pangan yang Baik di Kantin Sekolah Prinsip dari praktek keamanan pangan meliputi karyawan, pengadaan bahan baku dan penyimpanan: (12).

  1. Karyawan
    Karyawan harus mencuci tangan setelah menggunakan kamar kecil, bersin, batuk atau setelah melakukan aktivitas pembersihan. Karyawan dilarang bekerja di kantin bila sedang sakit.
  2. Pengadaan Bahan Baku
    Bahan baku yang baik saja yang akan digunakan untuk pengolahan pangan. Bila bahan baku berupa pangan olahan dalam bentuk pangan kaleng maka hanya pangan kaleng yang tidak kembung dan segel serta sambungannya tidak cacat, berkarat, atau penyok saja yang digunakan. Segera simpan makanan yang mudah basi ke dalam lemari es atau freezer. Bila pangan olahan akan dijual di kantin sekolah maka karyawan harus meneliti kondisi pangan olahan tersebut termasuk meneliti masa kadaluarsanya.
  3. Penyimpanan
    Bila bahan baku tidak segera digunakan, maka harus disimpan dengan jarak sekurang-kurangnya 15 cm dari dinding, dan ditempatkan paling tidak setinggi 15 cm dari lantai. Semua bahan baku tersebut harus diberi penandaan yang jelas.

Mari Budayakan Jajanan Lokal, untuk Indonesia yang Lebih Sehat!

Editor :  Aldera, S.Tr.Gz

Referensi

  1. Nur, A., Mokhtar, S., Nurmadilla, N., Bamahry, AB, & Jafar, MA. (2023). Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar Anak Pada Usia 9 – 12 Tahun. Jurnal Rumah Sakit Wal’afiat, 4(1), 23-30. https://doi.org/10.33096/whj.v4i1.99
  2. Kushargina, R., Dainy, N. C. (2021). Studi Cross-Sectional: Hubungan Lokasi Sekolah (Pedesaan dan Perkotaan) dengan Status Gizi Murid Sekolah Dasar. Jurnal Riset Gizi, 9(1), 33-37.
  3. Nopiyanti, E., Haniyah, S., & Hikmanti, A. (2024). Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Pada Siswa SMP Nu Al-Itqon Pangandaran. Jurnal Nursing Update, 15(1), 7-15. https://stikes nhm.e-journal.id/NU/index
  4. Aulia, J. N. (2022). Masalah Gizi Pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Ilmiah Media Husada, 11(1), 21- 27. https://ojs.widyagamahusada.ac.id/
  5. Estuti, W., Kunaepah, U., & Hendarman, H. (2015). Pengembangan Makanan Jajanan Anak Sekolah Mie Rebon Berbahan Dasar Pangan Lokal Rebon dan Mocaf serta Uji Organoleptik. DOI: https://doi.org/10.37160/bmi.v11i1.28
  6. Faozi et al. (2022). Training in Utilizing Local Food in Stunting Prevention in Somagede Village. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 4(2), 724-733. DOI: 10.25157/ag.v4i2.7459
  7. Aprilia, Angga, P. D., & Mussadat, S. (2024). Tingkat Pengetahuan dan Pola Konsumsi Jajanan Siswa Sekolah Dasar di Gugus I Kecamatan Plampang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 9(2), 4017-4034. DOI: https://doi.org/10.23969/jp.v9i2.14057
  8. Kusumayanti, H., Mahendrajaya, R. T., & Hanindito, S. T. (2016). Pangan Fungsional Dari Tanaman Lokal Indonesia. Metana, 12(1). 26-30. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/metana
  9. Lutfiyanto, Setiawan. (2022). Strategi Penjualan Produk Jajanan Lokal Berbahan Ubi oleh Siswa MA Ar Rahmah Jaddung Pragaan Sumenep dalam Mempengaruhi Minat Beli Konsumen menghadapi Persaingan Produk Impor. Jurnal Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Syari’ah, 5(1), 21-29. DOI: https://doi.org/10.56998/jr.v5i01.45
  10. Baho, G. P et al. (2024). Pentingnya Peningkatan Gizi Anak Berbasis Pangan Lokal. Jurnal Nusantara Berbakti, 2(3), 58-63. DOI : https://doi.org/10.59024/jnb.v2i3.380
  11. Akrom, M. et al. (2023). Pelatihan Pembuatan Jajanan “Bobingu Lumer” dari Bahan Ubi Jalar Ungu. Jurnal Inovasi dan Pengabdian kepada Masyarakat, 3(1), 148-156. https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi
  12. Rizky, P. W. T., & Rohita. (2020). Gambaran Kualitas Kantin Sekolah Dasar (Studi Deskripsi Pada Sekolah Dasar di Wilayah Depok dan Tangerang Selatan. Proceding Literasi Dalam Pendidikan di Era Digital Untuk Generasi Milenial. 373-383.
  13. Sari, N., Maryanto, S., & Anugrah, R. M. (2019). Pengembangan Produk Berbasis Pangan Lokal Milkshake Ubi Jalar Ungu sebagai Jajanan Sehat untuk Anak Sekolah. Jurnal Gizi dan Kesehatan. DOI: 10.35473/jgk.v11i25.13
  14. Sumarto, Nuraeni, I., Karimah, I., Setiawati, D., Hadiningsih, N. (2023). Peningkatan Keterampilan Mengolah Pangan Lokal melalui Kegiatan Bina Gizi di Wilayah Lokus Stunting Desa Sukajadi Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat, 48-54. DOI: 10.37160/ppkm.v3i3.440
  15. Wahyuningsih, U., Hendriani, W. W., & Akbar, W. (2020). Kantin Sehat SMA di Masa Kebiasaan Baru. Direktorat Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
No Comments

Post A Comment