15 Mar Ibu Cerdas Kenali dan Cegah Stunting Sejak Dini
Salah satu masalah gizi kronis yang umumnya menimpa anak-anak di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, adalah stunting atau pertumbuhan terhambat. Seorang anak dikatakan stunting jika tinggi badannya berada di bawah batas normal anak pada usia tersebut. Anak-anak yang menderita stunting tidak hanya tumbuh secara fisik berbeda dari anak-anak lain seusianya, namun perkembangan kognitif dan kapasitas belajar mereka juga dapat terkena dampaknya. Kita semua harus berjuang bersama untuk mencegah stunting pada generasi mendatang mengingat keadaan dan urgensinya saat ini (1).

Ibu harus tahu
Masa balita merupakan masa emas (golden age), suatu tahap kritis dalam perkembangan kembang manusia. Kegagalan dalam mengatasi permasalahan terkait tumbuh kembang balita akan berdampak pada kecerdasan dan stamina fisik anak, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan pada masa yang akan datang (Wulandini, Efni & Marlita, 2020) (3). Pada bayi baru lahir (0–11 bulan), stunting adalah suatu kondisi kegagalan pertumbuhan dan perkembangan, dan pada balita (12–59 bulan), kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, dapat menyebabkan tinggi badan anak menjadi tidak sesuai. sebanding dengan usia mereka (Arnita dan lainnya, 2020). Berdasarkan tabel Z-Score, anak stunting menunjukkan tinggi atau panjang badan yang salah pada usia kurang dari dua standar deviasi (Damanik et al., 2021) (2). Stunting merupakan salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang merupakan bagian dari SDG kedua, yang bertujuan untuk mencapai ketahanan pangan dan memberantas segala jenis malnutrisi dan kelaparan pada tahun 2030. Pada tahun 2025, penurunan angka stunting sebesar 40% adalah tujuan utama dari penurunan angka stunting sebesar 40%. sasaran. Pemerintah telah menjadikan stunting sebagai salah satu prioritas utamanya untuk mencapai hal ini (8). Di Indonesia, kejadian stunting masih dianggap kronis. Karena frekuensi tersebut masih lebih tinggi dari 20%, maka target pemerintah pada tahun 2024 turun menjadi 14,0. Oleh karena itu, pemerintah mengajukan permintaan kepada semua masyarakat dan kader agar menjadikan masalah kesehatan ini sebagai prioritas utama. Permasalahan yang terjadi di Indonesia perlu ditangani secara terbuka karena diperlukan kolaborasi pemerintah dan keterlibatan masyarakat untuk meminimalisir suatu permasalahan (6).
Faktor risiko
Permasalahan balita dengan stunting atau pendek disebabkan karena berbagai faktor, faktor utama yang menyebabkan balita stunting atau pendek adalah asupan ASI (Air Susu Ibu) dan asupan pelengkap yang tidak optimal, infeksi berulang dan kekurangan zat gizi mikro (Dwitama et al., 2018) (3). Masalah dengan jumlah zat gizi yang dikonsumsi selama kehamilan dan masa bayi dapat menyebabkan stunting. Stunting juga dapat disebabkan oleh ketidaktahuan seorang ibu terhadap masalah kesehatan dan gizi sebelum kehamilan cukup bulan, selama masa nifas, dan terbatasnya akses terhadap layanan prenatal dan pasca melahirkan, makanan bergizi tinggi, air bersih, dan fasilitas sanitasi (7). Tingkat intervensi terbesar diperlukan untuk karakteristik yang sangat bervariasi ini pada 1000 HPK (1000 hari pertama kehidupan). Faktor stunting juga meliputi pekerjaan ibu, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, dan jumlah anak, individu yang tinggal di rumah, pola asuh orang tua, dan pemberian ASI eksklusif (Wahdah, Juffrie, & Huriyati, 2015). Selain itu, sejumlah faktor lain dapat berkontribusi terhadap terjadinya stunting, antara lain pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pemberian ASI eksklusif, usia kapan anak mulai diberi makanan pendamping ASI, tingkat kecukupan zat besi dan zinc anak, riwayat penyakit virus, dan faktor genetik (Aridiyah, Rohmawati, & Ririanty, 2015) (7).
Tips mencegah stunting pada anak
Rekomendasi ABCDE berikut ini dapat diterapkan untuk mengurangi risiko stunting pada anak guna menghasilkan generasi masa depan yang sehat dan bebas stunting:
1. (A) Aktif minum Tablet Tambah Darah (TTD)
- Konsumsi TTD bagi remaja putri 1 tablet seminggu sekali.
- Konsumsi TTD bagi Ibu hamil 1 tablet setiap hari (minimal 90 tablet selama kehamilan)
2. (B) Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali
Periksa kehamilan minimal 6 (enam) kali, 2 (dua) kali oleh dokter menggunakan USG
3. (C) Cukupi konsumsi protein hewani
Konsumsi protein hewani setiap hari bagi bayi usia di atas 6 bulan
4. (D) Datang ke Posyandu setiap bulan
- Datang dan lakukan pemantauan pertumbuhan (timbang dan ukur) dan perkembangan, serta imunisasi balita ke posyandu setiap bulan 5. (E) Eksklusif ASI 6 bulan
- ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan hingga usia 2 tahun Meskipun Indonesia telah berhasil menurunkan angka prevalensi stunting hingga 21,6% pada tahun 2022, upaya pencegahan tetap diperlukan untuk memastikan jumlah kasus stunting di negara ini terus menurun (1).
Jaga pola hidup bersih dan sehat, serta lakukan pemeriksaan kehamilan sesegera mungkin di fasilitas kesehatan untuk memastikan calon ibu dan anak mendapat pengobatan segera terhadap penyakit yang mungkin diderita (1).
Cegah stunting sejak dini dengan zat gizi bagi ibu hamil

- Folat dan Asam Folat
Folat adalah vitamin B yang penting dalam mencegah kelainan parah pada otak dan sumsum tulang belakang yang berhubungan dengan cacat tabung saraf pada bayi. Di sisi lain, asam folat, versi sintetis dari folat, terdapat dalam makanan dan suplemen yang kaya akan zat gizi mikro. Suplemen asam folat telah terbukti menurunkan risiko kelahiran prematur. American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) menyarankan agar ibu hamil mengonsumsi 600–800 mcg folat setiap hari. Makanan seperti hati, almond, telur, sayuran berdaun hijau tua, dan kacang polong dapat memberikan asupan folat harian yang direkomendasikan bagi ibu (4). - Kalsium
1000 miligram kalsium per hari, atau dua dosis masing-masing 500 miligram, diperlukan untuk wanita hamil. Susu, yoghurt, keju, makanan laut rendah merkuri termasuk udang, lele, dan salmon, serta tahu kaya kalsium dan sayuran berdaun hijau merupakan sumber kalsium yang baik (4). - Vitamin D
Gigi dan tulang bayi baru lahir yang kuat dibantu oleh vitamin D. Dosis harian 600 unit internasional (IU) vitamin D direkomendasikan untuk ibu hamil. Vitamin D dapat ditemukan pada ikan berlemak seperti salmon. Jus jeruk dan susu adalah dua pilihan makanan lain yang tinggi vitamin D (4). - Protein
Untuk mendukung perkembangan kesehatan jaringan dan organ janin, termasuk otak, kebutuhan protein selama kehamilan juga harus dipenuhi. Setiap trimester kehamilan meningkatkan jumlah protein yang dibutuhkan ibu. Tergantung pada berat badan ibu saat ini dan trimester kehamilan, ibu hamil perlu mengonsumsi antara 70-100 gram protein setiap hari. Cari tahu dari dokter berapa banyak protein yang dibutuhkan ibu secara khusus. Ibu hamil bisa mendapatkan manfaat dari mengonsumsi daging tanpa lemak, ayam, ikan, kacang almond, selai kacang, kacang polong, dan keju cottage sebagai sumber protein (4). - Zat Besi
Ibu membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak saat hamil dibandingkan saat tidak hamil. Zat besi dibutuhkan oleh tubuh ibu untuk menghasilkan lebih banyak darah, yang memberikan oksigen kepada bayi yang belum lahir. Seorang ibu yang asupan zat besinya tidak mencukupi dapat mengalami anemia defisiensi besi yang membuatnya mudah lelah. Kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan depresi pasca melahirkan adalah beberapa risiko lain yang terkait dengan anemia defisiensi besi parah selama kehamilan. Kebutuhan zat besi harian ibu hamil adalah 27 mg. Mengonsumsi makanan seperti ikan, ayam, dan daging merah tanpa lemak akan membantu mencapai kebutuhan gizi tersebut. Sereal kaya zat besi, kacang-kacangan, dan sayuran adalah beberapa pilihan makanan yang tinggi zat besi (4).
Semua pemangku kepentingan (orang tua, penyedia layanan kesehatan, dan pemerintah) berbagi tanggung jawab untuk mencegah dan menurunkan prevalensi stunting (5).
Editor : Aldera, S.Tr.Gz
Referensi
- Kemenkes RI. “Cegah Stunting dengan ABCDE”. ayosehat.kemkes.go.id. 2023 [cited 2023 December 20]. Available from: https://ayosehat.kemkes.go.id/cegah-stunting-dengan-abcde
- Panigoro, M. I, dkk. (2023). “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila”. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Gizi (JIG), 1(1): 47-60.
- Rahayu, THS, dkk. (2021). “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Stunting pada Balita di Desa Kedawung Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara”. Borneo Nursing Journal (BNJ), 4(1): 10-17.
- Savitrie, E. “Gizi Seimbang Ibu Hamil”. yankes.kemkes.go.id. 2022 [cited 2023 December 20]. Available from: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/405/gizi-seimbang-ibu-hamil
- Yanti, N. D, dkk. (2020). “Faktor Penyebab Stunting pada Anak: Tinjauan Literatur”. Real in Nursing Journal (RNJ), 3(1): 1-10.
- Yunifar, A. T, dkk. (2023). “Collaborative Governance pada Penerapan Perwali No 79 Tahun 2022 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Kota Surabaya”. Jurnal Penelitian Administrasi Publik, 3(4): 254-264.
- Yuwanti, dkk. (2021). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting pada Balita di Kabupaten Grobogan”. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus, 10(1): 74-84.
- Widayanto, MT & Tim KKN Desa Jatiadi. (2019). “Edukasi Kesehatan bagi Ibu dan Calon Ibu sebagai Upaya Pencegahan Masalah Stunting di Desa Jatiadi Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo”. Jurnal Abdi Panca Marga, 1(1): 11-15.
No Comments