13 Feb Susu Memang Tinggi Protein, Tetapi Apakah Program Susu Gratis Bisa Mencegah Stunting?
Pada peringatan Hari Gizi Nasional ke-64 tahun 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menekankan tema “MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting” dengan slogan “MP-ASI Berkualitas untuk Generasi Emas”. Pemilihan tema ini sangat relevan dengan masalah serius stunting yang masih dihadapi Indonesia saat ini.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan atau gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan keadaan tubuh anak yang lebih pendek dibawah standar normal. (1) Stunting masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 21,6% berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, walaupun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 24,4% tahun 2021, namun masih perlu upaya besar untuk mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%. (2) Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menegaskan pentingnya memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) kaya protein hewani sebagai strategi utama dalam mencegah stunting pada anak-anak.
Kenapa harus protein hewani?
Karena protein hewani adalah salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh (otot, kulit, dan tulang). Protein ini dapat membantu menggantikan jaringan yang rusak, sehingga anak yang mengonsumsi protein hewani yang cukup dapat terhindar dari stunting. Hal tersebut karena protein hewani mengandung asam amino essensial yang dapat mensistesis hormon pertumbuhan sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan balita dan menghindarkan balita agar tidak mengalami stunting. Protein hewani erat hubungannya dengan pertumbuhan. Hal ini menyebabkan anak yang kurang asupan protein akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup. (1)
Lalu yang sedang ramai dibahas saat ini adalah debat capres dengan program “susu gratis untuk anak sekolah”. Apakah program ini bisa menjadi solusi stunting?
Stunting adalah kondisi terjadinya gangguan gizi kronik yang berlangsung dalam rentang 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak sejak dalam kandungan hingga berusia dua tahun, yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan tidak sesuai dengan umurnya. Stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, proses penyapihan dini, serta pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak tepat kuantitas maupun kualitasnya. (3,4) Masa 1000 HPK anak adalah waktu paling kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa 1000 HPK terdiri atas 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan. Pola makan gizi seimbang harus diterapkan mulai dari masa kehamilan, dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). (5)
Jadi untuk mencegah stunting harus dilakukan sejak selama masa kehamilan dan lebih baiknya lagi dicegah sejak masa remaja. Dimulai dari remaja putri harus meminum tablet tambah darah untuk mencegah anemia defisiensi besi, tidak menikah dini, edukasi terkait gizi, kesehatan reproduksi, dan parenting pada calon pengantin sebelum menikah, hingga memastikan ibu hamil mengonsumsi makanan bergizi seimbang saat hamil dan kontrol rutin kehamilan. Saat bayi lahir sebaiknya lakukan IMD dan berupaya agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tentunya kaya protein hewani. (5)
Susu juga kaya protein hewani, jadi apakah susu menjadi solusi stunting?
Belum tentu. Paradigma empat sehat lima sempurna sudah tidak lagi relevan dan kini diubah menjadi pedoman gizi seimbang. Dengan demikian, susu bukan faktor penyempurna gizi, apalagi menjadi kebutuhan primer di masa pertumbuhan. Menu gizi seimbang dengan tinggi protein hewani tidak hanya berasal dari susu, bisa juga berasal dari telur, ikan, ayam, dan daging. Kita juga tidak bisa memukul rata semua anak diberi susu gratis karena ada juga anak yang intoleransi laktosa. Jika dipaksa diberi susu maka bisa mengakibatkan gangguan pencernaan. Kalau anaknya overweight atau bahkan obese, pemberian susu justru malah bisa menambah kasus obesitas karena susu cenderung mengandung gula yang tinggi.
Dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masalah stunting itu masalah yang sangat kompleks. Sehingga penting untuk memahami akar persoalan supaya solusinya bisa tepat sasaran.
Editor : Aldera, S.Tr.Gz
Referensi
- Sholikhah, Asfiyatus dan Dewi, Ratna Kumala. Peranan Protein Hewani dalam Mencegah Stunting pada Anak Balita. Jurnal Riset Sains dan Teknologi Volume 6 No. 1 Maret 2022, 95-100
- Kemenkes. Panduan Hari Gizi Nasional ke 64 Tahun 2024 [Internet]. 2024 [cited 2024 Feb 6]. Available from: https://ayosehat.kemkes.go.id/panduan-hari-gizi-nasional-ke-64-tahun-2024
- Dirgantara, Adhyasta dan Setuningsih, Novianti. GKIA Prihatin Ada Program Bagi-bagi Susu Gratis Cegah Stunting, Sebut Gula di Susu UHT Tinggi [Internet]. Kompas.com. 2024 [cited 2024 Feb 7]. Available from: https://nasional.kompas.com/read/2023/12/31/18032021/gkia-prihatin-ada program-bagi-bagi-susu-gratis-cegah-stunting-sebut-gula-di
- Fauziah, Nurul. Program Capres Makan Siang Gratis, Bisakah Mengatasi Stunting? [Internet]. Kompasiana. 2024 [cited 2024 Feb 7]. Available from: https://www.kompasiana.com/nurulfauziah09/6568a13312d50f324d6c14d3/program-capres makan-siang-gratis-bisakah-mengatasi-stunting
- Pujiastuti, Nanik Endah. Cegah Stunting dengan Makanan Bergizi Seimbang pada 1000 Hari Kehidupan Pertama Anak [Internet]. Kemenkes. 2022 [cited 2024 Feb 7]. Available from: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/149/cegah-stunting-dengan-makanan-bergizi seimbang-pada-1000-hari-kehidupan-pertama-anak
No Comments