14 Apr Beta Vulgaris, si Merah yang kaya akan manfaat bagi penderita Tuberculosis (TBC)
Tuberculosis atau TBC, adalah masalah utama kesehatan di Indonesia (1). Berdasarkan data WHO Global TBC laporan 2020, kasus TBC di Indonesia pada tahun 2019 diperkirakan sebanyak 845.000 kasus dengan insidensi 312 per 100.000 penduduk (1). Maka, perlunya peran suatu zat gizi penting, untuk dapat menekan laju perkembangan kasus TBC selain ditinjau dari peran farmakologis. Yuk simak artikel terkait si merah yang kaya manfaat bagi penderita TBC ini. !
Prinsip Gizi Penderita Tuberculosis (TBC)
Tuberkulosis adalah penyakit pada pernafasan infeksi kronis pada jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yang berkembang biak di beberapa bagian tubuh yaitu aliran darah dan oksigen (2). Faktor resiko TB Paru dapat juga menderita anemia karena proses infeksi dan kebutuhan metabolisme nya yang tidak mencukupi (3). Anemia penyakit kronis adalah kondisi yang paling terkait dengan TB paru, kekurangan zat besi dengan atau tanpa anemia dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit nya (4). Anemia pada pasien tuberkulosis terjadi akibat gangguan proses eritropoiesis oleh mediator inflamasi, memendeknya masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi dan kekurangan gizi yaitu kalori, protein dan vitamin (5). Selain itu, dalam proses pertumbuhannya Mycobacterium tuberculosis membutuhkan zat besi sehingga terjadi defisiensi zat besi dalam komponen pembuatan Hb (hemoglobin) yang membuat penderita membutuhkan banyak konsumsi zat besi agar dapat membantu proses pembuatan Hb agar tidak terjadi defisiensi.
Infeksi TB meningkatkan kebutuhan energy dan protein untuk dapat mempertahankan fungsi fisik normal tubuh yang ditandai dengan peningkatan pengeluaran energi istirahat (REE). Selain itu juga dapat menyebabkan atau memperparah malnutrisi karena penekanan nafsu makan dan peningkatan katabolisme tubuh (6). Peningkatan ini mencapai 10-30% dari konsumsi energi individu normal. Konsumsi energi penderita tuberkulosis berada pada kisaran 35-40 kkal per kg berat badan ideal. Selain itu, asupan protein pasien tuberkulosis adalah 1,2–1,5 gr per kg berat badan atau 15% dari total energi harian atau sekitar 70–100 per hari (3). Proses ini dapat menyebabkan malabsorpsi gizi dan perubahan metabolisme tubuh dan juga anoreksia pada pasien TB yang berakibat dapat meningkatan produksi leptin yang pada akhirnya menyebabkan penurunan asupan makanan. Jika asupan energi yang di konsumsi tidak memadai maka akan membuat tubuh menggunakan kelebihan cadangan energi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis paru-paru.
Kebutuhan kalori dan protein yang tidak terpenuhi ini juga yang nanti pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan berat badan yang dramatis dan gangguan biokimia (3). Akibatnya, kondisi ini akan berdampak pada penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menjadi progresif dan memperlambat proses penyembuhan pada pasien TB paru jika tidak segera dipenuhi. Kekurangan kalori protein dan zat besi akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit termasuk tuberkulosis paru. Oleh karena itu, pemulihan dari malnutrisi dengan memberikan tubuh gizi yang cukup dan makanan berprotein tinggi akan menghentikan penipisan dari perbaikan sel, jaringan mukosa, dan integritas sel, sehingga kekebalan tubuh pasien akan meningkat (3). Untuk mengatasi masalah anemia dan malnutrisi pada pasien TB Paru juga diharuskan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan asam folat (6). Selain itu, pasien juga perlu memiliki pola makan yang kaya kalori dan protein, vitamin dan mineral. Prinsip diet pada pasien TB Paru adalah tinggi kalori, tinggi protein, cukup lemak, vitamin, dan mineral. Diet tinggi protein dan tinggi kalori dapat membantu pasien mendapatkan gizi yang cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan kalori dan protein.
Peran Buah Bit (Beta Vulgaris) bagi Penderita Tuberculosis (TBC)
Bit (Beta vulgaris) memberikan banyak manfaat bagi penderita TBC. Kandungan zat besi (Fe) dan asam folat yang tinggi pada sayuran ini dapat dijadikan alternatif dalam pengobatan anemia pada pasien tuberculosis (3). Bit kaya akan vitamin (A, C, B1, B2, B3, dan B6), zat besi, asam folat, kalium, magnesium, fosfor, natrium, kalsium, dan zat gizi lainnya. Ratarata, 100 gram (3,5 oz.) bit mengandung 0,80 mg (6%) zat besi dan 109 µg folat (vitamin B9) (3). Ubi bit merah memiliki banyak potensi manfaat kesehatan, seperti mencegah anemia (membantu produksi sel darah merah), menurunkan tekanan darah, berfungsi sebagai antioksidan, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (3). Selain itu, mineral Besi (Fe) yang terkandung dalam umbi bit merupakan mineral mikro yang banyak terdapat dalam tubuh manusia. Anemia penyakit kronis merupakan kondisi yang paling banyak diderita oleh pasien TB paru, dikarenakan kekurangan zat besi dalam jumlah banyak dan anemia tersebut juga dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit yang semakin memeburuk jika tidak segera diperbaiki (3). Anemia pada pasien tuberkulosis terjadi akibat adanya gangguan proses eritropoiesis oleh mediator inflamasi, memendeknya masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi dan kekurangan gizi yaitu kalori, protein dan vitamin (3). Selain itu, bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada pasien TBC membutuhkan zat besi untuk proses pertumbuhannya sehingga jika zat besi yang dikonsumsi tidak dapat mencukupi kebutuhan maka akan berdampak defisiensi zat besi pada proses pembentukan komponen hemoglobin.
Beberapa contoh alternatif pemanfaatan buah bit bagi penderita Tuberculosis (TBC)
Bit dapat dikonsumsi direbus, dikukus, difermentasi, dipanggang, maupun mentah. Tumbuhan ini juga dapat digunakan sebagai pewarna makanan alami karena mengandung senyawa betalain yang memberikan warna merah pada tumbuhan (7). Buah bit juga dapat dikonsumsi sebagai jus, namun bisa jadi tidak enak karena baunya yang tidak enak dan rasa pahit dan bersahaja (7). Metode alternatif yang dapat dilakukan adalah mengolah Buah bit sebagai biskuit untuk untuk dapat meningkatkan kadar hemoglobin penderita tuberkulosis paru (7). Biskuit bit mudah disajikan sebagai camilan, dapat dibawa-bawa, dan memiliki warna yang menarik. Fenomena dalam kehidupan nyata ditemukan bahwa umumnya pasien TB Paru cenderung fokus pada terapi farmakologis, sedangkan pemberian suplemen darah dianggap kurang ekonomis dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (7). Biskuit adalah produk panggang yang banyak dikonsumsi yang dapat disajikan sebagai sarapan hingga camilan sebelum tidur. Biskuit dihargai karena rasa, aroma, kenyamanan, dan stabilitas rak yang lama karena kadar air yang rendah.
Editor : Aldera, S.Tr.Gz
Referensi
- Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Surat Edaran Nomor HK.02.02/III.1/936/2021 tentang Perubahan Alur Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia. Kemenkes RI, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2021. p. 3–5.
- Ulandari, S. Syamsu, F, R. Bahas, B. 2022. New Case of Tuberculosis Disease Management through Family Medicine Approach. Green Medical Journal. Vol 4(1). 52.
- Amila, Syafitri, H. Sembiring, E. 2021. Anemia Management Model in Pulmonary Tuberculosis Using Beetroot and Tomato Combined With A High-Calorie and High-Protein Diet. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol 6 (1). 109-112.
- Bashir, B., Abdallah, S., & Mohamedani, A. (2015). Anemia di antara pasien dengan tuberkulosis paru di pelabuhan Sudan, Sudan timur. 4128–4131.
- Oliveira, MG. 2014. Anemia Pasien Rawat Inap Dengan Tuberculosis Paru. Journal Bra Pneumol. Vol 40(4). 403-410. http://dx.doi.org/10.1590/51806.3713201400040000
- Ren, Z., Zhao, F., Chen, H., Hu, D., Yu, W., Xu, X., Lin, D., Luo, F., Fan, Y., Wang, H., Cheng, J., & Zhao, L. (2019). Asupan nutrisi dan faktor terkait di antara pasien tuberkulosis: Sebuah studi cross-sectional cross-sectional di Cina. https://doi.org/BMCPenyakitMenular10.1186/s12879-019-4481-6
- Sembiring, E. Amila. 2021. Pengaruh Biskuit Beetroot (Beta Vulgaris) Terhadap Hemoglobin Tingkat Penderita Tuberculosis Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 16(1). 43-45. http://doi.org/10.20473/ijph.vl16il
No Comments