Sobat Ilmugiziku, pasti sudah tidak asing, kan, dengan istilah ahli gizi? Ya, ahli gizi adalah sebutan untuk tenaga gizi yang terdiri dari ahli madya gizi, nutrisionis, dan dietisien. Tetapi jangan salah, ketiga kelompok tenaga gizi tersebut berbeda lho, mulai dari latar belakang pendidikan hingga wewenangnya. Artikel ini akan membahas tentang serba-serbi tenaga gizi nutrisionis. Yuk, simak!
Menurut PMK nomor 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, nutrisionis registered adalah sarjana gizi (S. Gz) dan sarjana terapan gizi (S. Tr. Gz) yang telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (1).
Sementara itu, menurut Keputusan tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis Tahun 2014, nutrisionis adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, baik di masyarakat maupun di rumah sakit, pada perangkat pemerintah, provinsi, kabupaten, kota, dan unit pelaksana kesehatan lainnya (2).
Seperti yang telah disebutkan di atas, ketiga kelompok tenaga gizi ini memiliki perbedaan. Berikut penjelasannya:
Di bidang kesehatan, ahli madya gizi dan nutrisionis hanya dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau Puskesmas, sedangkan dietisien dapat membuka praktik pelayanan gizi secara mandiri.
Untuk dapat melakukan pekerjaan atau membuka praktik sebagai tenaga gizi, tenaga gizi harus memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Gizi (STRTGz) terlebih dahulu. STRTGz ini bisa didapatkan apabila lulusan gizi telah berhasil lulus uji kompetensi dan mendapatkan sertifikat kompetensi. STRTGz akan digunakan untuk mendapatkan surat izin kerja/praktek. Nutrisionis dan ahli madya gizi membutuhkan Surat Izin Kerja Tenaga Gizi (SIKTGz) untuk dapat bekerja di fasilitas kesehatan, begitu pula dengan dietisien yang membutuhkan Surat Izin Praktik Tenaga Gizi (SIPTGz) agar bisa menjalankan praktik pelayanan gizi secara mandiri atau bekerja di fasilitas kesehatan.
Dietisien memiliki kewenangan yang lebih banyak dibandingkan nutrisionis dan ahli madya gizi. Sama halnya dengan nutrisionis, lingkup kewenangannya juga lebih besar dibandingkan ahli madya gizi. Berdasarkan PMK nomor 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, tenaga gizi (baik ahli madya gizi, nutrisionis, maupun dietisien) yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan memiliki kewenangan sebagai berikut:
Selain kewenangan di atas, dietisien juga memiliki beberapa kewenangan lainnya, yaitu:
Editor : Erni, S.Tr.Gz
No Comments